Berdirinya Kota Tangerang tidak lepas dari sejarah perjuangan Kesultanan Banten melawan Kolonialisme Belanda. Nama “Tangerang” yang menunjuk kepada suatu daerah yang berada di bantaran sungai Cisadane, yang dahulu dikenal dengan nama Untung Jawa, lahir dari beberapa kejadian pada masa lampau hingga akhirnya resmi disebut “TANGERANG”.

Sejarah mencatat lahirnya Tangerang bermula dari sebutan kepada sebuah bangunan tugu berbahan dasar bambu yang didirikan oleh Pangerang Soegiri, putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten. Tugu tersebut terletak di bagian Barat Sungai Cisadane yang diyakini saat ini berada di wilayah kampung Gerendeng. Oleh masyarakat sekitar, bangunan tugu tersebut disebut “tengger” atau “tetengger” yang dalam bahasa sunda berarti tanda atau penanda.Sesuai dengan julukannya, fungsi dari tugu tersebut memang sebagai penanda pembagian wilayah antara Kesultanan Banten dengan pihak VOC Belanda. Dimana, wilayah kesultanan Banten berada di sebelah barat dan wilayah yang di kuasai VOC di sebelah timur sungai Cisadane.Hingga pada sekitar tahun 1652. Kala itu penguasa Banten mengangkat tiga orang maulana, yang diberi pangkat Aria. Ketiga maulana tersebut merupakan kerabat jauh Sang Sultan yang berasal dari Kerajaan Sumedang Larang, bernama Yudhanegara, Wangsakara dan Santika. Ketiganya diminta dan diutus untuk membantu perekonomian Kesultanan Banten dengan melakukan perlawanan terhadap  VOC yang semakin merugikan Kesultanan Banten dengan sistem monopoli dagang yang diterapkannya.